Jakarta — Gelombang pemberitaan negatif terhadap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang terus diproduksi Tempo semakin menuai perhatian publik. Banyak kalangan mulai mempertanyakan motif di balik pola narasi tersebut, terlebih ketika intensitas serangannya selalu muncul berdekatan dengan langkah-langkah tegas Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mempersempit ruang permainan rente dan mafia pangan.
Kecurigaan publik pun menguat, mengapa setiap kebijakan yang merugikan mafia pangan justru diikuti gempuran opini dari Tempo? Kebetulan atau ada irisan kepentingan?
Pertanyaan paling keras yang kini muncul di ruang publik adalah Pemberitaan Tempo sejalan dengan kepentingan mafia pangan, sekutukah?
Pertanyaan ini lahir dari rangkaian fakta di lapangan. Saat Kementan memperketat impor agar tidak dimonopoli segelintir pihak, ketika rantai distribusi diperbaiki agar petani tidak lagi diperas, atau ketika kontrol stok diperkuat agar permainan harga tidak lagi terjadi, justru muncul rentetan pemberitaan yang menargetkan Mentan Amran dengan nada yang konsisten memojokkan.
“Publik berhak bertanya. Pola waktunya terlalu sering bersinggungan. Setiap kebijakan yang memotong keuntungan mafia pangan selalu diikuti serangan opini,” ujar Analis Kebijakan Pangan, Debi di saat ditanyai Media, Senin(17/11/25).
Debi juga menilai pemberitaan Tempo terhadap sektor pertanian tampak tidak proporsional, bahkan cenderung mengabaikan data capaian Kementan yakni produksi yang meningkat, stok yang lebih stabil, dan berbagai langkah korektif yang berdampak langsung pada kesejahteraan petani.
Di berbagai daerah, Debi menyampaikan bahwa kelompok tani turut mempertanyakan maraknya narasi negatif yang terus dipaksakan, karena dinilai justru dapat membuka ruang bagi pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh ketidakteraturan tata niaga pangan.
“Dalam sejarah kebijakan pangan, mafia selalu bermain dua kartu pasar dan opini publik. Ketika ruang pasarnya dipersempit, opini biasanya menjadi alat serangan,” ujar Debi.
Kuasa hukum Kementan, Candra, menegaskan bahwa derasnya pemberitaan miring yang mengaitkan Amran dengan berbagai isu belakangan ini tidak berdasar dan cenderung membentuk opini negatif. Ia menyebut analisis internal menunjukkan sekitar 79% pemberitaan Tempo mengenai Amran bernada negatif, meski tidak didukung bukti kuat.
Menurut Candra, pola pemberitaan tersebut berpotensi menyesatkan publik karena tidak melalui verifikasi menyeluruh. “Kami menghormati kerja-kerja jurnalistik, tetapi framing yang tidak proporsional dapat mencederai asas keberimbangan. Tuduhan yang diarahkan kepada klien kami banyak yang tidak memenuhi unsur faktual,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh langkah hukum telah disiapkan untuk memastikan penyebaran informasi tetap berada pada koridor yang benar. “Kami tidak anti-kritik. Tetapi jika ada indikasi pemberitaan yang tidak objektif, kami berkewajiban meluruskan demi menjaga integritas,” kata Candra.
Lebih jauh, Candra meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh narasi yang tidak terbukti. Ia memastikan semua isu yang ditujukan kepada Amran akan dijawab berdasarkan data dan proses resmi, bukan opini.
“Transparansi adalah prinsip kami. Yang benar akan tetap benar, dan itu akan dibuktikan melalui mekanisme yang berlaku,” tutup Chandra.



